Eksistensi
Akhirnya bisa menulis lagi, menulisi ‘diary’ maya ku ini. Sebelumnya memang sudah terprediksi bahwa blog ini akan berkurang produktivitasnya sekembali ke
Tulisan kali ini memang tidak akan membahas soal pengalaman yang tidak menyenangkan dengan internet. Namun para pengguna internet itu sendiri.
Dengan teknologi canggih yang di sebut 3G, GPRS dan kawan-kawannya, Facebook bisa di akses di mana saja. Tidak afdol rasanya punya handphone tapi tidak punya Facebook. Tidak gaul rasanya jika tidak bertukaran alamat Facebook. Tidak seru rasanya jika tidak bisa sharing foto di Facebook. Intinya, Facebook adalah sebuah identitas diri baru. Jika boleh dibilang, bagian terpenting setelah no. handphone.
Telah banyak di bahas fenomena Facebook ini di media. Bagaimana peningkatan pemakainya yang terus menggunung setiap harinya. Bahkan harian Kompas telah membahas Facebook beberapa kali. Seorang teman kaget, karena bertemu beberapa ponakannya yang tinggal di negara berbeda telah memiliki akun Facebook. Padahal salah satu ponakannya itu masih ada yang duduk di kelas 4 SD!
Salah satu aspek yang membuat Facebook lebih di ‘gilai’ dibanding Friendster karena situs pertemanan ini menyediakan status yang bisa di up date setiap saat. Dan dengan status itu juga kita bisa ngobrol langsung dengan teman. Jadi, bisa fokus ke satu topik pembicaraan. Begitu juga dengan fasilitas pengiriman pesannya, bisa fokus kepada beberapa orang saja. Sharing foto juga hanya dengan men-tag teman, maka foto bisa di bagi ke yang bersangkutan. Paling begitulah pendapat beberapa orang.
Beberapa orang malah sangat rajin meng-up date statusnya. Tak jarang ada yang menamai penggila status ini, Raja/Ratu status. Ada beberapa sebab yang bisa mengindikasikan mengapa panggilan itu melakat. Pertama, si Raja/Ratu ingin memperlihatkan bahwa mereka punya power. Mereka bisa online setiap saat. Power disini merujuk kepada money. Kedua, mereka ingin mencari perhatian. Beberapa di antaranya mungkin saja mengandalkan situs pertemanan ini untuk menjaring perhatian yang tidak mereka dapatkan di alam nyata. Dengan kata lain mereka kesepian. Ketiga, mereka ingin menunjukkan sesuatu. Dengan menulis status yang mengindikasikan kea rah kepemilikan sesuatu, maka mereka ingin mendapatkan pengakuan public bahwa mereka punya sesuatu itu.
Faktor-faktor ini bisa saja bertambah sampai sepuluh namun benang merah antara satu dengan lainnya bisa di tarik dengan satu kata, eksistensi. Eksistensi bukan kesalahan bukan pula keburukan namun eksistensi adalah sifat alami/kodrat yang di miliki manusia. Hanya saja perwujudannya yang berbeda dan akhirnya melahirkan turunan yang bisa berdiri masing-masing. Facebook, Friendster, Twitter dan teman-temannya hanyalah alat. Eksistensi sebuah tujuan, sebab, akibat dan muara. Eksistensi adalah manusia itu sendiri.
beberapa bulan lalu,saya juga menulis soal Facebook vs blogger, di http://phospidy.blogspot.com/2009/03/facebook-vs-blogger.html ,dulu saya sempat tergila-gila ma fb, bangun tidur sampai sebelum tidur, ngutak ngatik fb mulu,.tapi syukurlah sekarang sudah bisa membagi waktu buat fb n blog,..salam buat rafi,..